SURABAYA – DPRD Surabaya bergerak cepat menyelesaikan pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Meski demikian, Pansus Raperda KTR tetap mengutamakan kehati-hatian dalam pembahasannya.
Anggota Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok, Hj Khusnul Khotimah mengatakan, prinsip serius dan hati-hati harus dikedepankan dalam pembahasan Raperda KTR. Menurutnya, banyak hal yang harus diperhatikan.
Sebab, jelasnya, masalah yang berkaitan dengan rokok juga akan berpengaruh kepada nasib petani tembakau dan cengkeh. Karena itu, sebut Khusnul, Perda KTR ini diharapkan selain menciptakan pola hidup yang sehat, namun juga tak menurunkan kesejahteraan para petani.
“Karena itu, dalam membahasnya nanti kita berhati-hati, tapi bersungguh sungguh,” kata politisi PDI Perjuangan ini, kemarin.
Setelah didok dalam rapat paripurna pada Jumat (20/5/2016) lalu, ungkapnya, Pansus Raperda KTR telah mengonsultasikan ikhwal UU 36/2009 tentang Kesehatan, ke kementerian kesehatan (kemenkes).
Selain menyangkut landasan hukum, Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok juga akan menanyakan soal definisi tempat kerja dan tempat umum, yang termasuk dalam KTR.
“Apakah juga masuk kategori itu, yakni tempat kerja yang rentan bahaya seperti pabrik, industri atau sejenisnya, karena di sana ada api, asap,” ujarnya.
Kriteria tempat kerja tersebut, sambung Khusnul, apa juga yang berkaitan dengan pelayanan publik, atau perbankan yang memang tidak diperbolehkan merokok. Lalu, apakah kalau perda ini nantinya diberlakukan, apakah otomatis sudah tak boleh mendesain smoking area.
“Jika sudah tak ada smoking area bagaimana dengan perokok aktif? Apakah mereka harus keluar gedung jika ingin merokok,” ucap dia.
Legislator di Komisi D ini mengakui, bahwa merokok merupakan aktivitas untuk mendapatkan kenikmatan sendiri. Namun, dia berharap para perokok juga jangan sampai terdiskriminasi.
Untuk membahas raperda ini, pihaknya juga harus hati-hati, karena sebagian orang juga menginginkan kebutuhan hidup sehat.
Selain melakukan konsultasi ke kemenkes, pihaknya juga merasa perlu konsultasi ke kementerian perdagangan (kemendag). Di kemendag, pansus di antaranya akan menanyakan seputar cukai rokok dan sebagainya.
Sementara itu, anggota DPRD Surabaya Baktiono mengatakan, keberadaan Raperda KTR merupakan penegasan dari perda 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa rokok dan Kawasan terbatas Merokok. Menurutnya perda tersebut memberi warning sekaligus penyadaran kepada masyarakat terkait merokok.
“Kalau di kantor pemerintah mudah, karena takut pada kepalanya. Tapi, bagaimana dengan di swasta, ini akan bergantung pada pimpinan setempat,” tuturnya.
Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya ini menyatakan sepakat dengan adanya Perda KTR. Pasalnya, perda tersebut bertujuan untuk melindungi mereka yang tak merokok, sekaligus memberikan informasi tentang bahaya merokok.
“Apabila selama ini masih banyak pelanggaran, karena pelanggar belum pernah ada yang dikenai sanksi, meski ancamannya merokok sembarangan didenda hingga puluhan juta,” tegas Baktiono.
Dia mengakui, meski di kawasan tertentu seperti mall dan pusat perbelanjaan lainnya sudah ada kesadaran dari masyarakat untuk tidak merokok sembarangan. Namun, implementasi perda lebih bersifat informatif dan penyadaran.
“Cara yang preventif lebih baik dikedepankan, karena memang belum ada pelanggarnya yang dibawa sampai ke pengadilan,” ucapnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS