JAKARTA – Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, dalam politik harus ada kompromi demi kepentingan bersama.
Hal itu dia sampaikan menyikapi buntunya pengambilan keputusan isu presidential threshold dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.
“PDI-P tidak ingin menyandera. PDI-P ingin segala sesuatunya muncul dengan sebuah kesadaran dan dilaksanakan sesuai sistem pemilu yang kita sepakati, sistem pemerintahan yang kita sepakati,” kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2017).
Dia membantah, pembahasan RUU Pemilu saat ini tersandera beberapa kepentingan politik. Seperti penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR dalam revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR, sebut Hasto, merupakan keniscayaan bagi partai pemenang pemilu. Menurutnya, tak bisa dinafikan suara rakyat yang terwujud dalam perolehan kursi di DPR.
“Nanti kan setelah ini kan juga dilakukan pembahasan Undang-Undang MD3. Makanya dalam berpolitik itu tidak bisa dengan tradisi menang-menangan. Berpolitik itu bukan praktek kekuasaan semata. Berpolitik ini adalah amanat dari rakyat,” tuturnya.
Hasto menambahkan, sampai saat ini PDIP masih mengedepankan semangat mendengar aspirasi.
“Sehingga ada semangat untuk mendengar semua aspirasi dari setiap partai politik dan kemudian mencari formulasi yang terbaik memperkuat kedaulatan rakyat dari UU pemilu ini. Kita akan mencari solusi terbaik terlebih dahulu,” tuturnya.
Saat ditanya soal kemungkinan kembali kepada UU pemilu yang lama, Hasto mengatakan pihaknya tetap optimis pembahasan RUU akan menemui titik terang. Dia menyebut waktu untuk mengupayakan hal tersebut juga masih cukup banyak.
“Politik selalu ada solusi. Jadi saya yakin. Kalau soal kembali ke UU yang lama itu kan konstitusi yang mengatur. Ketika kesepakatan tidak tercapai ya itu otomatis kita kembali kepada UU yang lama. Tapi saat ini kita masih ada waktu untuk melakukan dialog, kita upayakan bisa selesai dengan musyawarah,” ucap Hasto.
Pihaknya meyakini ambang batas capres atau presidential threshold harus tetap berada pada angka 20-25 persen. Karena menurut Hasto, yang saat ini menjadi isu krusial adalah soal efektivitas pemerintahan.
“Kalau kita bicara efektivitas pemerintahan. Buktinya ketika Pak Jokowi mendapatkan 20 persen saja itu tidak mudah untuk melakukan konsolidasi di DPR. Apalagi kalau diturunkan. Jadi isunya ini malah harusnya dinaikkan,” beber dia.
“PDIP mengajak ke parpol yang lain untuk lebih mengedepankan sistem pemerintahan yang kuat dan memiliki dukungan rakyat tapi juga mendapat dukungan minimum dari DPR sebesar 20 persen kursi tadi,” tambah Hasto. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS