MALANG – Anggota Komisi X DPR RI yang juga Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menggelar kegiatan Dengar Pendapat Masyarakat (DPM) di Malang, Kamis (17/11/2022). Acara serap aspirasi tersebut dihadiri 165 tenaga kesehatan (nakes) se-Kabupaten Malang.
Di hadapan ratusan tenaga kesehatan yang hadir di Balai Latihan Kerja, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Basarah menjelaskan bahwa ada kemiripan tugas antara anggota MPR RI dengan tenaga medis. Yakni sama sama menjadi tukang suntik.
Untuk tenaga medis, kata Basarah, menjadi garda terdepan dalam menyuntikkan anti-virus Corona, sedangkan pimpinan MPR menjadi ujung tombak menyuntikkan vaksin ideologi Pancasila.
“Virus covid-19 dan virus ideologi transnasional sama-sama berbahaya. Keduanya sama sama menularkan dan memiliki daya rusak hebat. Sehingga kita memerlukan kedua vaksin tersebut untuk menjaga imunitas dan kekebalan tubuh serta pikiran kita,” jelas Basarah.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu mengatakan, bahwa Covid-19 tidak mengenal hukum perang. Jika dalam perang fisik, penduduk sipil, tenaga kesehatan, anak anak, orang lanjut usia, wartawan tidak boleh dibunuh, tapi Covid-19 tidak mengenal hukum perang.
Pandemi Covid-19 juga tidak mengenal SARA, pangkat, strata sosial, usia, jenis kelamin, pekerjaan dan lain-lain. Secara sederhana virus ini menyerang siapa saja dan bahkan bisa mengakibatkan kematian bagi umat manusia.
“Begitu juga dengan virus ideologi transnasional yang bisa menyerang siapa saja. Virus ini tidak menyerang organ tubuh manusia melainkan menyerang otak dan pikiran manusia,” tegas Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI tersebut.
Sebagai contoh virus ideologi transnasional liberalisme dengan ciri utamanya adalah kebebasan dan hak asasi manusia. Di bidang kebudayaan dan gaya hidup, paham liberalisme ini mempropagandakan kebebasan yang sebebas bebasnya.
Basarah pun mencontohkan praktik pernikahan sejenis yang sudah dilegalkan di 23 negara. Menurut paham liberalisme, ketika manusia lahir tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun. Oleh karena itulah tidak boleh ada aturan yang membelenggu manusia.
Begitu juga dengan virus ideologi ekstremisme keagamaan. Mereka yang terpapar virus ini, sebutnya, memiliki ciri dan gejala khusus.
Di level terendah gejala yang muncul adalah sikap intoleransi dan enggan mengakui kebhinekaan. Sedangkan yang sudah terpapar parah bisa melakukan tindakan teror.
“Oleh karena itulah agar tenaga kesehatan tidak terserang virus ideologi ini, maka harus dilakukan vaksinasi ideologi,” tuturnya.
Tujuan vaksinasi ideologi ini, sebutnya, adalah untuk menanamkan nilai nilai Pancasila dalam hati otak dan pikiran tenaga kesehatan.
Sehingga dalam melaksanakan tugasnya, para nakes dalam melayani masyarakat menjunjung tinggi agama dan moral tanpa diskriminasi SARA.
Juga menempatkan kemanusiaan sebagai hal utama, mengakui persamaan derajat manusia, menempatkan persatuan, keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi.
“Dengan Pancasila kita selamatkan negara dari ancaman virus Covid dan virus ideologi transnasional,” tandas Basarah. (ace/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS