Populer sejak era Majapahit, kini menguasai 34 persen pasar digital.
EMPAT belas tahun lalu, tepatnya 2 Oktober 2009, Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO, menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendari atau Masterpieces of the Oral and Intangible of Humanity.
Sejak saat itu, pemerintah Indonesia menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Kata batik berasal dari Bahasa Jawa. Dari kata amba yang berarti tulis, dan nitik yang berarti titik. Jika digabungkan, maka artinya adalah menulis dengan setitik lilin.
Hal ini sesuai proses pembuatan batik. Yakni di atas sebuah kain menggunakan canting yang ujungnya berukuran kecil, seperti menulis titik-titik.
Perkembangan batik di negeri ini, dalam serajarahnya, berkaitan erat dengan Kerajaan Majapahit serta penyebaran ajaran agama Islam di Pulau Jawa.
Dilansir dari Gramedia.com, pengembangan dari batik banyak dilakukan pada zaman Kesultanan Mataram dan kemudian berlanjut pada zaman Kasunan Surakarta serta Kesultanan Yogyakarta.
Sementara kegiatan batik tertua diketahui berasal dari Ponorogo dengan nama Wengker. Sebelum abad ketujuh, Kerajaan di Jawa Tengah mulai belajar batik dari Ponorogo.
Oleh sebab itulah, batik-batik Ponorogo memiliki corak yang agak mirip dengan batik yang beredar di Jawa Tengah. Hanya saja batik ponorogo merupakan batik yang dihasilkan dari lilin berwarna hitam pekat.
Kegiatan membatik semula hanya terbatas pada kalangan keraton, untuk membuat pakaian raja dan keluarga ningrat.
Hingga kemudian meluas ke kalangan masyarakat, sehingga munculah tempat-tempat produsen batik di beberapa daerah, menjadi pekerjaan bagi kaum perempuan atau ibu rumah tangga untuk mengisi waktu luang mereka.
Menguasai Ecommerce
Pengukuhan internasional membuat popularitas batik Indonesia terkerek. Dan, kesadaran masyarakat Indonesia turut merasa miliki batik.
Sejak itu, usaha batik terus tumbuh dan menyerap tenaga kerja dari 173.829 orang menjadi 199.444 orang, atau setata tumbuh 14,7 persen, dari tahun 2011 sampai 2015.
Tumbuhnya usaha perbatikan menghasilkan nilai tambah senilai Rp 1,909 triliun menjadi Rp 2,191 triliun seperti angka dicatat Kementerian Perindustrian.
Produksi batik tidak saja pada pasar domestik, juga menjejak pasar mancanegara berbagai benua.
Pemerintah terus mendorong tumbuhnya usaha perbatikan. Terkini, menginisiasi ekosistem digital.
Saat Pekan Batik Nusantara (PBN) di Kota Pekalongan pada Tahun 2022 lalu, pihak Kementerian Koperasi dan UMKM seperti dikuti dari website Pemerintah Kota Pekalongan, mengungkapkan ada 19,5 juta pelaku UMKM atau 34 persen dari total UMKM yang ada, masuk e-commerce. (ftr/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS