JAKARTA – Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung Wibowo membantah anggapan bahwa Presiden Joko Widodo mulai tampak gerah dengan berita-berita kritis yang disampaikan media massa akhir-akhir ini.
Pramono menegaskan, Presiden Jokowi adalah orang yang sangat terbuka. Menurut dia, dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi (Pemred) sejumlah media massa di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/8/2015) malam, juga sudah ada pengertian mendalam mengenai hal ini.
“Presiden minta media itu silakan mengritik dengan keras ataupun menampilkan hal yang dalam bahasa beliau untuk keperluan rating atau sensasi. Tapi tidak menghilangkan tugas media bagaimana membangun, membawa publik pada persepsi yang positif terhadap keinginan maju ke depan, karena siapapun presidennya tentunya kan harapannya bisa membawa bangsa ini ke arah lebih baik,” jelas Pramono Anung, kemarin.
Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengungkapkan, dalam pertemuan di Istana Negara, 24 Pemred yang hadir memberikan masukan yang cukup baik. Terutama bagaimana hal yang berkaitan dengan media, termasuk apa yang akan dilakukan Seskab.
“Saya akan memfasilitasi para menteri-menteri untuk setiap waktu bisa bertemu dengan presiden. Setelah nanti usai bertemu dengan presiden, mereka akan menyampaikan program-program itu secara langsung kepada media,” terang Pramono.
Cara tersebut dilakukan, karena kalau menteri menyampaikan dalam pers release di kementeriannya, dianggap “nggak nendang”. “Kalau di Istana apalagi ada marwahnya, itu lebih nendang,” tutur Mas Pram, sapaan akrab pria asal Kediri itu.
Sebelumnya, saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Proklamasi Kemerdekaan RI, di depan sidang bersama DPR RI dan DPD RI, Jumat (14/8/2015), Presiden Jokowi mengritik sejumlah media yang disebutnya hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif.
Menurut Presiden Jokowi, saat ini ada kecenderungan semua orang merasa bebas, sebebas-bebasnya, dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan. “Masyarakat mudah terjebak pada ‘histeria publik’ dalam merespon suatu persoalan, khususnya menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional,” sebut Jokowi. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS