MADIUN – “Kita jangan hanya belajar dari yang benar, belajarlah juga dari yang menang. Karena tidak semua kebenaran pernah dimenangkan. Sebagai orang politik, kita harus memenangkan kebenaran yang kita yakini,” demikian ucapan politisi PDI Perjuangan almarhum Taufik Kiemas semasa hidup kepada kadernya, Budiman Sudjatmiko.
Sabtu (24/5/2014) malam, Budiman mengutip kembali kalimat itu di hadapan peserta bedah buku anggitannya “Anak-Anak Revolusi” di toko buku Togamas, Jalan Biliton, Kota Madiun, Jawa Timur. Selain Budiman, acara bedah buku itu menghadirkan Diana AV Sasa, kader PDI Perjuangan yang juga penulis, serta Yossi Suparyo, aktivis Gerakan Desa Membangun (GDM).
Dengan kalimat itu, Budiman ingin menegaskan kepada peserta bedah buku, bahwa pilihannya untuk menjalani tugasnya sebagai anggota DPR mesti dilakoni dengan integritas dan bermodalkan ide sebagai kebenaran yang dia yakini. “Ketika akan maju sebagai anggota DPR di pemilu 2009, ide itu saya gali dari buku, film, diskusi, dan juga turun langsung ke masyarakat. Hasilnya adalah Rancangan Undang-Undang Desa itu. RUU Desa ini yang saya tawarkan pada calon pemilih saya,” kisah Budiman.
Bersama tim kecilnya, Budiman lantas melakukan sosialisasi tentang RUU Desa yang kelak bila tepilih akan diperjuangkannya di parlemen. Sebanyak 200 desa dari 600 desa di Banyumas dan Cilacap ia datangi untuk mempresentasikan RUU Desa.
“Pesan saya kala itu kepada calon pemilih saya, kurang lebih begini,” kata Budiman sembari memegang bukunya, “Tidak perlu pilih Budiman, tidak ada gunanya. Kalau Budiman terpilih, kalian tidak akan tiba-tiba jadi kaya. Jangan pilih saya, tapi pilihlah RUU Desa yang akan saya perjuangkan. RUU itu lah yang akan menyejahterakan kalian,” lanjutnya.
Hasilnya, bermodalkan ide itu dan hanya 8 baliho besar serta tanpa money politik, Budiman meraih suara terbanyak di dapilnya. Setelah menjadi anggota dewan do Senayan, dia pun benar-benar membuktikan janjinya pada para pemilihnya. Duduk sebagai wakil ketua panitia khusus RUU Desa, dia perjuangkan apa yang menjadi gagasannya.
Dia bahkan menunda permintaan sang istri untuk memiliki rumah pribadi sebelum RUU itu ditetapkan. “Saya merasa menanggung beban moral ketika saya punya rumah pribadi, sedangkan orang-orang yang memberangkatkan saya ke Senayan masih ada yang tak punya rumah. Masih ada yang lahannya tergusur dan tak punya rumah,” ungkapnya.
Diana AV Sasa yang menjadi pembahas dalam bedah buku ini menyampaikan apresiasinya atas usaha yang dilakukan Budiman. Menurutnya, tidak banyak caleg yang memiliki kesadaran untuk melakukan pendidikan politik di tengah sistem pemilu seperti sekarang dimana uang masih mendominasi.
“Budiman melakukannya. Ia percaya dengan gagasannya, dan kemudian mengujikannya pada masyarakat. Ternyata masyarakat menerima. Menuliskan kembali pengalamannya itu dalam sebuah buku adalah suatu pendidikan politik pula agar masyarakat memahami pentingnya memiliki integritas dalam diri. Hal yang sekarang menjadi langka di negeri kita ini,” ujar Sasa.
Buku Anak-Anak Revolusi terdiri dari 2 jilid. Jilid I merupakan refleksi Budiman Sudjatmiko atas peristiwa-peristiwa yang dia alami dari kecil hingga dirinya membulatkan tekad untuk melawan otoriterisme orde baru. Sedang buku jilid II mengisahkan perjalanannya pasca reformasi, belajar di luar negeri, hingga menjadi anggota DPR.
Bedah buku ini sendiri adalah bagian dari Festival Domain Rakyat yang diadakan oleh jaringan GDM bersama Relawan TIK Madiun. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS