MALANG – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang, Budi Kriswiyanto mendukung upaya Pemkab Malang untuk melakukan penonaktifan sementara kepesertaan Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID) BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, pihak BPJS Kesehatan Cabang Utama Malang memutuskan penonaktifan kepesertaan PBID sejumlah 679.721 jiwa per 1 Agustus 2023 kemarin. Jika dikalkulasi, setidaknya lebih dari Rp 25 miliar harus dikeluarkan Pemkab Malang untuk pembayaran premi PBID.
“Saya sepakat penonaktifan kepesertaan PBID JKN. Pembiayaan APBD untuk PBID melalui UHC (Universal Health Coverage) bisa dilanjutkan Pemkab Malang, asalkan data sasaran penerimanya benar-benar clear,” ujar Budi Kriswiyanto, Kamis (3/8/2023).
Dia menegaskan, pertimbangan mengamankan APBD menjadi hal penting yang jadi atensi DPRD. Karena, menurutnya pembiayaan premi iuran PBID selama ini ditanggung APBD Kabupaten Malang.
Budi memaparkan, masih banyak didapati data peserta PBID yang memang harus diverifikasi ulang. Pasalnya, pihaknya juga mendapati banyak peserta PBID yang sebenarnya sudah meninggal, namun masih tercatat aktif di kepesertaan BPJS Kesehatan.
“Beberapa kali kami FGD di kecamatan dan desa, memang ada laporan banyak warga meninggal, namun masih terdata. Kami juga pernah minta penjelasan pihak BPJS Kesehatan, dan diakui ketidaktahuan mereka bahwa sudah meninggal,” ungkapnya.
Pemkab Malang, sebutnya, tidak bisa menarik kembali pembiayaan premi iuran peserta PBID, yang sudah dinyatakan meninggal. Hal ini yang menurutnya menimbulkan potensi pembiayaan APBD yang sia-sia dan tidak tepat sasaran.
“Kami tidak mau APBD terus terbebani karena pembiayaan yang sia-sia atau tidak tepat, karena data sasaran yang masih harus ditertibkan ini. Kasihan nanti program OPD lain, kalau anggarannya tersedot untuk cover UHC bagi PBID yang sebenarnya tidak berhak ini,” imbuh Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang itu.
Oleh sebab itu, dia memandang pembenahan data peserta PBID harus segera dilakukan. Seperti warga yang sudah meninggal, tidak jelas domisili (kependudukannya), atau yang sebenarnya mampu membayar iuran mandiri.
“Ya itulah, yang harus dibenahi ini, dengan pencoretan warga yang sudah meninggal. Warga yang mampu juga, harus diverifikasi lagi. Jangan jadi penerima PBID,” tutur Budi.
Upaya pencoretan ini, bisa dilakukan BPJS Kesehatan dengan cukup dasar surat keterangan meninggal dari pemerintah esa/kelurahan. Sebaliknya, tidak harus lebih dulu terbit akte kematian yang dikeluarkan Dinas Dukcapil.
Anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Malang itu menegaskan, selain peserta PBI pusat, yang tidak bisa dimasukkan menjadi penerima PBID, adalah ASN, pekerja penerima upah, juga perangkat pemerintah desa.
“Harusnya, kita juga melakukan pendekatan pada masyarakat, kalau memang mampu disarankan mandiri. Jika tidak berkenan, mau tidak mau pelayanan kesehatannya di faskes, ya kelas III,” pungkasnya. (ace/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS