SURABAYA – Ketua Pansus Raperda Pemukiman Daerah Kumuh DPRD Surabaya Budi Leksono mengharapkan keterlibatan pemerintah pusat dan pihak lain untuk mengatasi daerah kumuh, seperti di bantaran rel maupun pinggiran sungai.
Budi mengatakan, peran serta pihak ketiga dalam mengikis kawasan kumuh bisa diwujudkan dalam bentuk kerjasama pembangunan rumah susun dengan pemerintah kota. “Tapi mereka tak terpisah dengan masyarakat sekitarnya,” kata Budi Leksono, kemarin.
Pria yang juga Bendahara DPC PDI Perjuangan Surabaya ini menegaskan, warga yang tinggal di daerah kumuh, entah di bantaran rel maupun pinggiran kali biasanya sudah menetap selama puluhan tahun.
Untuk itu, kerapkali mereka khawatir jika harus dipindah ke tempat lain yang jauh dari lingkungannya. Menurutnya, jika kawasan itu diatur dan ditata, akan lebih indah.
Dia mengungkapkan, PT KAI mengklaim memiliki lahan yang luas di sekitar bantaran rel.
Untuk itu, pihaknya berharap jika ada program pembangunan rumah susun yang anggarannya didapat melalui CSR (Corporate Social Responsibility) maupun APBN, lokasinya tak jauh dari lingkungan sebelumnya. Sehingga mereka tetap bisa berkumpul dengan penduduk lainnya.
Budi menyebut masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kali maupun bantaran rel rata-rata adalah warga Surabaya dan sudah mempunyai identitas kependudukan.
Namun, dia mengakui, sebagian dari mereka adalah kalangan mampu. Mereka memiliki aset di daerah lain, namun disewakan ke orang lain. “Kalau di pinggir rel, gak dibangun permanen, karena khawatir jika digusur,” ujarnya.
Legislator yang duduk di Komisi A DPRD Surabaya ini berharap pemerintah kota menjalin komunikasi dengan pemilik lahan kawasan kumuh. Di antaranya PT KAI dan Perum Jasa Tirta maupun lainnya agar Surabaya bebas kawasan kumuh .
Menurut dia, sesuai data pemerintah kota, di Surabaya terdapat 26 kelurahan yang tercatat sebagai kawasan kumuh.
“Di Surabaya Utara, seperti di Kelurahan Bubutan, Kecamatan Krembangan,” ungkap Budi.
Dia menambahkan, untuk mengatasi kawasan kumuh, pemerintah kota sebenarnya memiliki program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK). Namun, program tersebut bisa direalisasikan pada lahan yang jelas status hukumnya.
“Sedangkan untuk daerah kumuh yang ada di daerah pinggiran dan bantaran rel kan bukan milik warga maupun pemerintah kota,” tuturnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS