Oleh M. Eri Irawan*
Ganjar Pranowo menyaksikan Indonesia di tengah langkah-langkah kecilnya yang lekas, berlari menyusuri jalananan di kota-kota dan desa-desa. Ia menyaksikan keinginan dan harapan dari mereka yang belum beruntung dalam kehidupan. Harapan yang tak pernah putus beriringan dengan doa yang selalu dipanjatkan pada saat subuh dan jelang senja, di antara suara azan di menara-menara masjid, dentang genta gereja, dan khidmat di beragam rumah ibadah lainnya.
Dalam kosakata politik Inggris, “running for president” dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai pencalonan presiden. Aktivitas berlari yang dilakukan dan menjadi hobi Ganjar sejatinya adalah sebuah deklarasi tentang cita-cita besar dan keinginan untuk menjaga keberlanjutan kualitas kepemimpinan negeri ini, menjadikan republik ini kian baik dari hari ke hari. Ini adalah simbol semiotik kesiapan Ganjar dalam “running for president”, mengikuti dan kelak memenangkan kontestasi pemilihan presiden RI pada 2024.
Namun aktivitas berlari sendiri secara harfiah bukan hanya berarti melangkahkan kaki. Penulis Jepang Haruki Murakami pernah mengatakan, “In long-distance running the only opponent you have to beat is yourself, the way you used to be.” Saat berlari, satu-satunya lawan yang harus kita kalahkan adalah diri kita sendiri.
Berlari adalah sebuah filosofi, bahwa hanya dengan kesabaran dan kesadaran, hidup bisa dijalani. Tujuan ditetapkan, kaki dilangkahkan. Kemudian kita membiarkan sejarah berjalan bersama kita.
Saat berlari, Ganjar sebenarnya tengah menghimpun gagasan dengan melihat langsung apa yang terjadi di tengah-tengah rakyat. Sebuah gagasan tak boleh terpisah dari realitas untuk punya kaki. Gagasan harus bisa berlari saat dilaksanakan, dan untuk itu ia tak boleh senjang dengan kenyataan hidup masyarakat. Kasunyatan mereka yang disebut “wong cilik” dan harus diperjuangkan sebagaimana dulu Bung Karno memberikan amanat kepada kita semua.
Saat berlari, Ganjar sebenarnya tak tengah meninggalkan kenyataan. Dia justru berikhtiar menemukan bentuk sejati Indonesia dalam benaknya sebagai seorang pemimpin masa depan, pemimpin mereka yang senantiasa setia menumbuhkan harapan.
Tak heran jika kemudian ia menerima curahan isi hati pedagang bakso asal Jabodetabek pada satu waktu. Kemudian melintasi perkampungan di Pademangan Barat, Jakarta Utara, menyalami warga di sana, dan mengunjungi warga yang lumpuh tak berdaya. Dia belum menjadi presiden. Namun kunjungannya menyemai asa yang harus dirawat oleh para pemangku kebijakan untuk selalu memastikan kepercayaan rakyat kepada negara selalu kokoh dan tak boleh runtuh—dan itu harus diawali dengan merawat harapan.
Dengan berlari, Ganjar sesungguhnya tengah mengajak banyak orang untuk bertanya tentang masa depan negeri ini. Dia tak ingin menyediakan jawaban tanpa bertanya dari semua yang ditemuinya di jalanan. Dan oleh karenanya, saat berlari, Ganjar sebenarnya tengah mengajak banyak orang untuk bersama-sama mencari jawaban tentang bagaimana sebaiknya masa depan negeri ini.
Ganjar tentu bukan Forrest Gump yang terus berlari tanpa maksud menuju pantai. Namun seperti halnya Forrest Gump, dia akan diikuti banyak orang yang percaya bahwa kehadirannya membawa relevansi bagi kehidupan bangsa ini. (*)
*Ketua Bidang Kaderisasi dan Ideologi Banteng Muda Indonesia (BMI) Kota Surabaya
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS