SURABAYA – Komisi D DPRD Surabaya menyiapkan rancangan peraturan daerah (raperda) inisiatif terkait makanan dan minuman (mamin) berbahaya. Perda ini diperlukan, karena komisi bidang kesejahteraan rakyat ini menilai, jajanan yang masih dijual bebas di masyarakat, banyak mengandung pengawet dan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan.
“Makanan dan minuman yang ada di sekitar kita, pewarnanya belum tentu alami. Jika ngeflek di tangan, berarti pewarnanya sudah tidak jelas. Kalau dikonsumsi, ini sangat membahayakan kesehatan,” kata Ketua Komisi D Agustin Poliana, kemarin.
Indikasi makanan dan minuman mengandung zat pengawet berbahaya, sebut Agustin Poliana, yakni tidak adanya lalat dan semut pada makanan tersebut. “Jika tidak disentuh lalat maupun semut, berarti makanan itu pengawetnya kuat,” ungkap anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Menurut Titin, sapaan akrabnya, jajanan yang menggunakan bahan pengawet dan pewarna berbahaya banyak diperjualbelikan di lingkungan sekolah. Sebab, pengawasan di area pendidikan itu sangat lemah.
Dia menjelaskan, pembuatan Raperda Perlindungan makanan tersebut semata untuk melindungi konsumen, dan juga penjualnya. Pihaknya tidak bermaksud mematikan penjualan, tapi memberi pemahaman soal bahan makan berbahaya.
Juga untuk mengarahkan agar menjual makanan yang bahannya tidak membahayakan banyak orang.
Titin menambahkan, indikasi beredarnya makanan dan minuman mengandung bahan pengawet dan pewarna berbahaya, di antaranya maraknya kasus anak menderita sakit radang tenggorokan dan infeksi usus.
“Banyak anak sakit radang dan sebagainya, karena tidak tahu makanan yang dikonsumsi mengandung bahan pengawet atau tidak,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi dampak peredaran mamin yang berbahaya bagi masyarakat, terutama anak-anak, selain peran Balai Besar POM, Komisi D minta puskesmas dan pihak sekolah intensif melakukan pengawasan intensif.
“Pengawasan kita serahkan ke puskemas dan sekolah untuk membatasi siswa jajan ke luar,” tegasnya.
Titin menambahkan, munculnya penyakit yang disebabkan bahan pengawet makanan tidak serta merta langsung bisa dirasakan saat ini. Biasanya, menurut Agustin penyakit tersebut muncul dalam selang beberapa tahun kemudian.
“Makanan yang berpengawet itu akan menimbulkan penyakit di masa mendatang,” tuturnya.
Raperda perlindungan makanan tersebut akan masuk pada Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2016. Untuk membahas Raperda tersebut, pihaknya akan menggandeng banyak pihak, seperti Dinas Kesehatan, Balai Besar POM, akademisi dan SKPD terkait. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS