SURABAYA – PDI Perjuangan Surabaya terus mendorong terwujudnya berbagai program pembangunan pro-perempuan di Kota Pahlawan.
Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember dijadikan momentum untuk memperkuat komitmen merealisasikan kebijakan pro-perempuan di Kota Surabaya.
“Hari ini, 22 Desember, kita memperingati Hari Ibu. Selamat kepada seluruh kaum ibu di tanah air, khususnya di Surabaya. PDI Perjuangan Surabaya terus bekerja membumikan kebijakan pro-perempuan, terutama dengan memberi ruang luas bagi kaum perempuan untuk berkiprah di ranah publik,” ujar Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Adi Sutarwijono, Kamis (22/12/2022).
Secara khusus, PDIP Surabaya juga bergerak cepat mengadvokasi kasus-kasus kekerasan kepada perempuan dan anak.
“Kekerasan fisik, verbal, hingga seksual terhadap kaum perempuan adalah musuh kita bersama,” tegasnya.
Di Surabaya, imbuh Adi, beragam program pro-perempuan telah, sedang, dan akan terus diwujudkan. Di bidang ekonomi, terdapat pemberdayaan UMKM yang sebagian besar digerakkan kaum perempuan, termasuk perempuan kepala rumah tangga.
“Bersama Pemkot Surabaya, kita mengawal terwujudnya alokasi 40 persen APBD Surabaya yang jumlahnya lebih dari Rp 11 triliun untuk belanja ke UMKM. Nah di UMKM-UMKM inilah terdapat kaum ibu yang kreatif dalam meningkatkan ekonomi keluarganya,” beber politisi yang juga Ketua DPRD Surabaya tersebut.
Di bidang kesehatan dan pendidikan, upaya afirmasi kebijakan juga terus dilakukan. Bahkan pada ranah pemberdayaan publik dan penyelesaian masalah rakyat di kampung-kampung, kaum ibu menjadi garda terdepan melalui Kader Surabaya Hebat (KSH) yang jumlahnya 27 ribu orang.
“Para KSH inilah yang bekerja mendampingi warga, dan mencari solusi atas masalah rakyat, baik di bidang pendidikan, kesehatan, hingga rumah tidak layak huni. Ini menjadi bukti kaum perempuan berperan sentral hingga ke denyut nadi kehidupan rakyat di kampung-kampung Surabaya,” jelasnya.
“Berbagai program yang kita kawal di Surabaya menjadi bagian dari langkah mencegah kemiskinan yang secara terstruktur bakal menempatkan kaum ibu sebagai pihak paling dirugikan,” sambung Adi.
Hari Ibu 22 Desember sendiri ditetapkan Presiden Soekarno melalui Keppres 316/1959. Kongres Perempuan Indonesia yang digelar 22-25 Desember 1928 menjadi tonggak peringatan Hari Ibu, dengan diambilnya tanggal pelaksanaan kongres sebagai momentum Hari Ibu.
“Sejarah itu tentu tidak terlepas dari pengalaman hidup Bung Karno yang tumbuh berkat asuhan dan didikan ibundanya, Ibu Ida Ayu Nyoman Rai dan inang pengasuhnya, Ibu Sarinah,” tuturnya.
Dia lantas menceritakan, suatu ketika, Sarinah berpesan yang menyentuh dan terpatri dalam jiwa Bapak Bangsa itu.
“Karno, yang terutama engkau harus mencintai ibumu. Akan tetapi kemudian engkau harus mencintai pula rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya,” kata Adi mengutip pesan Sarinah.
“Kasih sayang yang diberikan tanpa pamrih oleh ibu kepada anaknya semestinya menjadi fondasi karakter kita untuk juga mengasihi dan menyayangi sesama,” pungkasnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS