BATU – Ketua DPP PDI Perjuangan Sri Rahayu mengatakan, untuk memperjuangkan berbagai program serta kebijakan yang pro-gender, harus dilakukan kaum perempuan sendiri.
“Itu semua harus dimulai dari dalam diri seluruh kader perempuan PDI Perjuangan untuk berani memperjuangkan hak tersebut,” kata Sri Rahayu, saat menjadi pemateri Pendidikan Kader Perempuan, di Wisma Perjuangan DPD Perjuangan Jawa Timur, Oro-oro Ombo, Kota Batu, Minggu (13/11/2022).
Dia juga menyampaikan, sang proklamator Bung Karno pernah mengatakan kemerdekaan adalah sebuah jembatan emas. “Jembatan emas kemerdekaan sudah dibangun, tinggal bagaimana kita mengisi kemerdekaan itu,” ujarnya.
Selain itu, untuk mengisi era kemerdekaan, anggota Komisi V DPR RI tersebut minta kader-kader perempuan PDI Perjuangan setelah pendidikan ini tidak hanya tinggal diam ketika menemukan fenomena sosial yang tidak responsif atau tidak memiliki keberpihakan kepada kaum perempuan.
“Tugas dari kawan-kawan seperjuangan setelah ini turun di daerahnya masing-masing. Saat saya turun ke daerah, saya selalu menekankan bahwa program stunting sangat penting untuk dientaskan,” kata Sri Rahayu.
“Kalau kita sudah masuk di sini (PDI Perjuangan, Red), jangan setengah-setengah. Rasa yang masih setengah-setengah hilangkan, kita harus yakin, kita harus seutuhnya berjuang untuk kepentingan PDI Perjuangan yang berdampak kepada kita (Kaum Perempuan, Red),” tuturnya.
Menurutnya, termasuk bagaimana menyadarkan masyarakat tentang pentingnya keterlibatan perempuan di dalam masyarakat. Agar kaum laki-laki dan perempuan secara bersama-sama bergotong-royong mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia, menuju masyarakat adil dan makmur.
Di dalam Buku Sarinah, sebut legislator DPR RI dari dapil 6 Jatim ini, Bung Karno menceritakan mengenai kontribusi kaum perempuan dalam peradaban umat manusia.
Bagaimana perempuan di zaman dahulu berkontribusi dalam menciptakan berbagai sistem tradisi yang masih eksis sampai dengan zaman modern.
Seperti sistem pertanian, peternakan, bahkan hukum merupakan produk tradisi masyarakat yang dicentuskan oleh kaum perempuan. Maka tidak mengherankan apabila perempuan disebut sebagai tiang negara.
Hal itu, imbuhnya, dimulai dari berbagai langkah kecil, yang bisa dimulai dari tingkatan keluarga.
“Setelah diklat ini, akan ada 93 perempuan yang bisa bekerja sama dengan keluarganya. Yang akan menghasilkan keluarga yang demokratis, yang akan menghasilkan generasi muda yang demokratis dan berani,” katanya. (ace/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS