MALANG – Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyebut tiga gelombang perkembangan masyarakat dari agraris, industri dan informasi selalu menghadirkan peluang, tantangan, bahkan ancaman. Terutama di era industri 5.0 yang ditandai dengan kehadiran metaverse.
Karena itu, dosen Pancasila ini mengajak mahasiswa dan civitas akademika lainnya memperkuat ‘iman politik bernegara’ untuk membentengi ideologi Pancasila dari gempuran ideologi transnasional di ruang-ruang digital.
Menurut Basarah, jika di metaverse, pengguna dapat melakukan apa saja dalam bentuk virtual. Seperti berkumpul atau mengadakan rapat, bekerja, bermain, mengadakan berbagai acara, mengikuti konser, berbelanja online, hingga membeli properti digital bahkan rapat akbar.
“Maka siapa berani menjamin metaverse tidak mereka gunakan sebagai ruang “terbuka maya” untuk menyebarkan ideologi transnasionalisme?” kata Basarah, saat menjadi pembicara seminar bertema “Metaverse: Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi di Era Industri 5.0” di Kampus Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Rabu (13/7/2022).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut, era Internet of Thing (IoT) membuat masyarakat bisa melakukan banyak hal dengan teknologi internet. Kehadiran metaverse disebutnya membuat masyarakat modern dapat berkumpul dan berkomunikasi di dunia virtual tanpa dibatasi ruang dan waktu.
“Banyak peneliti dan ilmuwan mengingatkan tentang munculnya persoalan-persoalan yang jauh lebih besar di dunia digital dengan kehadiran metaverse. Termasuk menjadikan metaverse sebagai markas kelompok teroris di masa depan akibat interaksi yang lebih nyata dengan peraturan perundang-undangan yang masih sangat longgar,” sebutnya.
Anggota Komisi X DPR RI yang di antaranya membidangi pendidikan itu menjelaskan, jika di era media sosial konvensional seperti Facebook, Twitter, YouTube, Instagram, Whatsapp penyebaran ideologi baru yang bertentangan dengan Pancasila bisa berlangsung masif, bisa dipastikan era metaverse yang memungkinkan terjadinya interaksi fisik secara maya membuat persoalan ideologis menjadi lebih besar lagi.
“Dalam konteks inilah saya mengingatkan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai dasar ‘iman politik bernegara’ dalam kehidupan berbangsa. Kalau iman aqidah itu kepada Tuhan masing-masing, tapi urusan bernegara sejak negeri ini merdeka semua sepakat iman politik bernegara kita adalah Pancasila,” tutur Basarah.
“Karena itu, harus ada kepercayaan dan keyakinan terhadap kebenaran rasionalitas nilai-nilai Pancasila. Setelah percaya dan yakin, dilanjutkan dengan pemahaman, penghayatan Pancasila kemudian diamalkan,” sambung Ketua DPP PDI Perjuangan ini.
Dosen Universitas Islam Negeri Malang itu lalu mengutip pidato Bung Karno pada hari kemerdekaan RI Tahun 1966 yang mengatakan bahwa membangun suatu negara, membangun ekonomi, membangun teknik, membangun pertahanan, adalah langkah pertama yang dilakukan untuk membangun jiwa bangsa.
“Karena itu, kita patut berterima kasih para pendiri bangsa karena tidak saja membuat negara ini merdeka dengan mengusir penjajah tapi juga mewariskan Pancasila ideologi yang menyatukan kita sebagai bangsa. Agar ketahanan nasional kita kokoh dan kuat, maka kita harus memahami dan kembali kepada jatidiri ideologi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara kita,” tandas Basarah.
Agar bisa memahaminya, doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang itu menyebut pentingnya belajar sejarah.
“Dengan belajar sejarah, kita bisa memahami proses pembentukan, perumusan dan disepakatinya Pancasila sebagai dasar negara.m termasuk memahami falsafah yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Dengan belajar sejarah kita akan memiliki pedoman bernegara agar tidak tergelincir di masa yang akan datang,” tutup Ketua Dewan Pertimbangan Pusat GMFKPPI tersebut. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS