SURABAYA – Sejumlah wali murid mendatangi ruang Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Surabaya, Rabu (2/8/2021). Mereka mengadukan adanya dugaan praktik pungutan seragam sekolah untuk siswa di dua SMPN di Surabaya pada tahun ajaran baru ini.
Seorang wali murid mengungkapkan, seragam untuk anak laki-laki senilai Rp1,5 juta dan untuk anak perempuan yang pakai jilbab, senilai Rp1,6 juta.
Menurut dia, pungutan tersebut memberatkan, apalagi dirinya termasuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Kalau bisa kami berharap dibebaskan dari biaya apapun,” pintanya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Abdul Ghoni Muklas Niam mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan jika praktik pungutan uang seragam sekolah masih terjadi di Kota Pahlawan.
Menurutnya, dugaan adanya pungutan seragam yang diadukan wali murid tersebut disampaikan melalui surat edaran, namun tidak ada tanda kop surat.
“Perintah Wali Kota Surabaya sudah jelas. Sekarang tinggal praktik di lapangan. Kalau perlu pejabat pemkot yang terkait turun langsung ke lapangan,” tandas Ghoni.
Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya ini kembali menegaskan, tidak boleh dilakukan pungutan apapun di sekolah karena itu menyalahi aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 terkait penyelenggaraan pendidikan.
PP itu, terangnya, menyebutkan tidak boleh melakukan kegiatan jual beli perlengkapan sekolah karena fungsi sekolah mendidik supaya siswa berguna bagi masyarakat.
Apalagi, lanjut dia, saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19. “Kalau memang ada kendala keuangan silakan dikomunikasikan biar clear. Kan sudah ada BOS, para guru ini juga PNS,” ujarnya.
Pihaknya mensinyalir, masih banyak wali murid di sekolah lainnya yang juga menjadi korban pungutan seragam.
“Yang kami terima ini mungkin baru beberapa. Mungkin masih banyak lagi kasus serupa namun mereka tidak berani mengadukan. Kalau ada oknum yang mengintimidasi karena mengadukan kasus ini, laporkan ke kita,” kata Ghoni.
Sementara itu, saat di Balai Kota Surabaya, Senin (30/8/2021) lalu, Wali Kota Eri Cahyadi usai rapat masalah pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di Kota Surabaya di antaranya mengatakan, siswa siswi tidak diwajibkan membeli seragam baru.
“Saya juga minta, tidak ada memaksa membeli seragam, ini fardhu ain, SD, SMP. Kalau ada yang memaksa, akan berhadapan dengan wali kotanya,” tegas Eri kepada wartawan.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Supomo sebelumnya juga mengingatkan kepada wali murid bahwa tidak ada kewajiban untuk membeli seragam baru bagi anaknya di tahun ajaran 2021/2022.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Supomo mengatakan, bahwa memasuki ajaran baru wali murid tidak berkewajiban membelikan baju baru untuk anaknya. Bahkan, jika peserta didik itu naik dari jenjang SD ke SMP, masih bisa menggunakan seragam sebelumnya.
“Jadi wali murid tidak ada kewajiban atau keharusan beli baju baru. Kalau dia dari SD naik ke SMP bisa pakai baju sebelumnya, tinggal atributnya dicopot, diganti,” katanya.
Namun, Supomo juga tidak mempermasalahkan apabila ada wali murid ingin membelikan seragam baru untuk anaknya. Mereka, bahkan dipersilakan membeli seragam baru di manapun.
“Wali murid kalau dia membutuhkan seragam dia boleh beli di mana-mana. Kalau mau beli di koperasi sekolah juga dipersilakan. Tapi tidak ada kewajiban, atau keharusan beli baju baru,” kata Supomo. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS