JAKARTA – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Mufti Anam menyampaikan keberatannya atas rencana Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) untuk mengenakan pungutan dalam penggunaan ATM Link untuk cek saldo dan tarik tunai. Hal itu disampaikannya dalam rapat Komisi VI DPR RI dengan jajaran direksi Himbara, Senin (14/6/2021).
Dalam rapat tersebut, Mufti kembali menyorot rencana yang menurutnya membebani rakyat di tengah pandemi tersebut.
”Memang kemarin itu ditunda, tetap saya kira penting untuk menyampaikan catatan kami atas rencana tersebut,” ujar Mufti.
Mufti mengatakan, pengenaan pungutan itu membuktikan bank-bank BUMN tidak kreatif menggali sumber pendapatan non-bunga (fee based income).
”Jadi ini main enak saja bank BUMN. Sudah net interest margin (NIM)-nya termasuk yang tertinggi, yang artinya masih andalkan bunga mahal, sekarang narik duit masyarakat. Ini saya bayangkan, ada penjual gorengan di pelosok, susah payah kerja, dapat uang Rp100.000 itu dari beberapa hari kerja, dia kirim ke anaknya yang mondok di kota. Uang Rp100.000 itu dikurangi Rp4.000 untuk biaya transfer, lalu anaknya narik dikurangi Rp5.000, maka sisanya Rp91.000. Uang Rp 9.000 bagi direksi BUMN mungkin tidak seberapa, tapi bagi rakyat sangat berharga,” jelas Mufti.
Mufti juga memaparkan, pungutan ATM Link akan menghasilkan pendapatan yang besar bagi bank BUMN.
”Jika sehari ada 2 juta kali transaksi ATM Link, diambil rata-rata saja, yaitu cek saldo Rp2.500, tarik tunai Rp5.000, kita ambil rata-rata saja Rp3.500. Setahun dari pungutan ini saja sudah Rp2,5 triliun. Tinggal duduk manis, itu kan bukan praktik bisnis yang inovatif. Kalau akan ada pungutan lagi, bubarkan saja ATM Link, kembalikan ke masing-masing bank, toh gak ada bedanya,” terang Mufti.
Atas catatan dan kritikan dari Mufti, jajaran direksi bank Himbara, memutuskan untuk tak akan ada lagi rencana mengenakan pungutan dalam penggunaan ATM Link untuk cek saldo dan tarik tunai.
Sebelumnya, memang ada rencana bank BUMN mengenakan pungutan ATM Link per 1 Juni 2021, yaitu cek saldo Rp2.500 dan tarik tunai Rp5.000, dari yang semula gratis. Rencana itu akhirnya diputuskan ditunda karena menimbulkan polemik di masyarakat.
Mendapat kritik tersebut, akhirnya para direktur utama Himbara, yaitu BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN, menyatakan membatalkan rencana pengenaan biaya cek saldo dan tarik tunai di ATM Link. Jadi, bukan hanya menunda, tapi membatalkan.
“Maka kami berempat (BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN) memutuskan bahwa tidak akan mengenakan biaya itu,” kata Dirut BRI Sunarso, dalam rapat yang juga disiarkan langsung melalui Youtube tersebut.
Dia menjelaskan, sesungguhnya bank-bank swasta juga menerapkan biaya di ATM. Hal itulah yang semula akan dinormalkan.
“Sesungguhnya semua bank itu mengenakan biaya itu. Hanya ATM Link Himbara yang tidak mengenakan. Tetapi rasanya polemiknya lebih seru daripada manfaat yang diperoleh bank, yang tadinya mau meng-educate orang supaya lebih ke mobile banking,” kata Sunarso. (ryo/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS