BOJONEGORO – Perbedaan data angka balita stunting di Bojonegoro antara pemkab dengan pemprov mendapat sorotan dari anggota Komisi C DPRD Bojonegoro, Natasha Devianti. Akurasi data menjadi titik awal dalam penanganan stunting secara menyeluruh dan bersama-sama.
Natasha Devianti dalam seminar Diseminasi Hasil Penelitian Model Penanggulangan Stunting dì Bojonegoro yang dilaksanakan oleh Fatayat bekerjasama dengan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Senin (31/5/2021), mengatakan, dirinya menaruh perhatian khusus pada persoalan data stunting.
“Soal stunting, saya concern (menaruh perhatian) soal data. Saya dengar dari kolega saya di provinsi, bahwa Kabupaten Bojonegoro masuk lokus stunting. Sedangkan di sini saya lihat jumlah stunting rendah. Mana yang benar?” kata Natasha Devianti.
Sasa menambahkan, bahwa stunting harus dituntaskan dari hulu ke hilir. Mulai dari birokrasi PKK yang kait berkait dengan organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di pemkab. Soal pendanaan posyandu, dan program pemerintah yang efektif dan efisien tepat sasaran dalam meningkatkan kualitas pelayanan posyandu.
Pemkab Bojonegoro, kata Sasa, seharusnya lebih terbuka dengan semua elemen dalam menangani stunting. “Ayolah kita bareng-bareng, kerja bersama. Kalau memang ada ketidakcocokan data, ayo kita perbaiki sama-sama,” kata dia.
Sasa melanjutkan, sebagai ibu dari seorang balita, dirinya menyadari betapa pentingnya memiliki pemahaman tentang masalah kesehatan ibu dan balita ini.
“Sebagai wakil rakyat di DPRD Bojonegoro, saya berkomitmen akan terus menyuarakan isu kesehatan ini, terutama persoalan stunting yang cukup mengkhawatirkan di Kabupaten Bojonegoro,” pungkasnya.
Menurut perempuan yang akrab dipanggil Sasa ini, Komisi C menaruh perhatian terhadap masalah kesehatan masyarakat, termasuk di antaranya soal stunting.
“Makanya kami mengapresiasi EMCL dan Fatayat karena telah melakukan audiensi kepada komisi C sejak sebelum melakukan penelitian dan ketika penelitian ini menghasilkan rekomendasi,” ucap Sasa.
Namun dia berharap, diskusi ini tidak hanya menjadi wacana dan berhenti pada tataran konsep. “Kita butuh aksi, bukan hanya sekedar diskusi. Meskipun terkadang solusi muncul dari sebuah diskusi yang efektif,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro yang diwakili oleh Kepala Bidang Kesmas, Dr Lucky lmroah mengatakan bahwa perbedaan data kabupaten dengan provinsi saat ini sedang ada sinkronisasi. Dinkes Bojonegoro, kata dia, sudah melalukan berbagai upaya dan cara dalam menanggulangi stunting.
“Kita sedang berusaha melakukan yang terbaik,” ungkap lucky.
Pada seminar yang diinisiasi EMCL tersebut nampak hadir Kepala Dinas Kesehatan, Dinas P3KAB, Pemerintah Kecamatan Kota Bojonegoro, Pemerintah Kecamatan Kedung Adem, para kader posyandu dari 8 desa di Kecamatan Kota dan Kedung Adem.
Seminar dimulai dengan pemaparan hasil penelitian Fatayat mengenai persoalan prosedur penanganan stunting, kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Diskusi menghadirkan Kepala Dinas Kesehatan, Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro yang diwakili sekretaris komisi, dan manajer peneliti dari Fatayat. (sut/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS