SURABAYA – DPD PDI Perjuangan Jawa Timur bakal menggelar beberapa festival kesenian tradisional dalam rangkaian acara memperingati Bulan Bung Karno Juni 2017.
Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Kusnadi, mengatakan, festival seni budaya yang akan digelar itu sebagai wujud kepedulian PDIP terhadap kesenian khas bangsa Indonesia.
“Istilahnya, kami ikut nguri-uri kesenian tradisional yang mulai dilupakan, khususnya oleh kalangan generasi muda. Harapannya, tentu agar kesenian kita tidak makin terpuruk, dan agar jangan sampai tergerus oleh kesenian moderen,” kata Kusnadi, Senin (6/3/2017).
Festival seni budaya tradisional yang akan digelar, sebut Kusnadi, terutama yang sebelumnya merupakan kesenian yang digandrungi masyarakat.
Seperti, seni ludruk, ketoprak, dan juga macapatan (mocopatan) yang merupakan salah satu budaya luhur bangsa berisi tembang atau puisi tradisional Jawa.
Rencana gelar festival memperingati Bulan Bung Karno itu sudah diungkapkan Kusnadi, ketika mengunjungi ‘kampung seni’ di Taman Hiburan Rakyat (THR), Jalan Kusuma Bangsa, Surabaya, beberapa hari lalu.
Di bulan Juni, sebut Kusnadi, ada momen pas untuk menggelar festival budaya. Sebab, PDI Perjuangan menjadikan Juni sebagai Bulan Bung Karno, dan selalu memperingatinya setiap tahun dengan berbagai acara.
“Kenapa Bulan Bung Karno, karena Pancasila lahir dari pidato Bung Karno ada 1 Juni 1945, Bung Karno dilahirkan 6 Juni, dan wafatnya 21 Juni. Nah, di tahun 2017 ini, PDIP Jatim mengagendakan festival ludruk, ketoprak, dan macapatan,” jelas Pak Kus.
Melalui ajang festival kesenian, tambah Pak Kus, diharapkan semua pihak tergugah, dan ikut peduli dengan kesenian tradisional. Sehingga bisa ikut nyengkuyung pelestarian budaya
Rencana festival seni budaya yang akan digelar PDI Perjuangan Jatim ini pun disambut antusias kalangan seniman. Menurut Cak Lupus pertunjukan seni budaya di Surabaya, sudah tidak banyak diminati masyarakat.
Contoh nyata yang bisa dilihat, ujar Cak Lupus, yakni pertunjukan ludruk, maupun ketoprak di THR, sekarang hanya seminggu sekali. Pertunjukan yang hanya ditarik karcis masuk Rp 5.000 itu pun hanya diminati penonton di kisaran 20-30 orang.
“Yang saya dengar, banyak orang yang tidak tahu, di mana sih tempat pertunjukan di THR itu. Masyarakat sekarang tahunya THR ya mall yang di depan itu,” ujar Ketua Paguyuban Seniman Seniwati Tradisi THR Surabaya ini.
Sedang tempat pementasan pertunjukan seni, terang Cak Lupus, di kota sebesar Surabaya bisa dikatakan sangat kurang.
“Di THR ini, kita hanya nunut, karena milik Pemkot Surabaya. Sedang di Balai Pemuda dan Balai Budaya, kita harus menyesuaikan dengan jadwal mereka,” terang dia.
Oleh karena tempat untuk mengekspresikan kesenian kurang, imbuh pendiri komunitas ‘Ludruk Arboyo ini, pertunjukan seni budaya pun tidak marak.
Sehingga masyarakat, khususnya kalangan muda, tidak banyak mengenal kesenian khas daerahnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS