MAKKAH – Belasan TKI perusahaan Mehan yang kesemuanya perempuan, minta pemerintah memulangkan mereka ke Indonesia. Sebab, mereka dipekerjakan perusahaan yang berpusat di kota Riyadh tersebut, tidak sesuai kontrak kerja.
Para TKI formal itu dijanjikan bakal dipekerjakan sebagai cleaning service. Tapi setibanya di Saudi Arabia, para tenaga kerja wanita (TKW) tersebut ‘diperjualbelikan’ sebagai pekerja kontrak sektor rumah tangga atau pembantu rumah tangga (PRT).
Dewan Perwakilan Luar Negeri (DPLN) PDI Perjuangan Saudi Arabia yang menerima laporan dari TKI Mehan, langsung mengontak KBRI Riyadh.
“Kami pada Jumat (30/9/2016) telah melakukan komunikasi dengan salah satu pejabat KBRI Riyadh, Dede Achmad Rifai, Pelaksana Fungsi Protokol dan Konsuler 1,” kata Wakil Ketua DPLN PDI Perjuangan Saudi Arabia Dasan Suprija, Senin (3/10/2016).
Kepada Bima, sapaan Dasan Suprija, Dede Acmad Rifai menjelaskan, bahwa KBRI Riyadh tidak bisa memaksa perusahaan untuk memulangkan mereka ke Indonesia. Yang bisa memaksa perusahaan tersebut adalah Kementerian Tenaga Kerja Saudi Arabia, kalau perusahaan tersebut melanggar peraturan Saudi Arabia.
“KBRI Riyadh sudah minta PPTKIS untuk bertanggung jawab memulangkan mereka (TKI) ke Indonesia. Sebab pihak perusahaan minta ganti rugi bagi TKI yang minta pulang sebelum waktu kontrak kerja selesai,” sambung Dede Achmad.
KBRI Riyadh juga sudah mengirim konsultan hukum ke perusahaan tersebut. Mereka juga sudah menemui perusahaan dan beberapa TKI di perusahaan tersebut.
“Perusahaan belum bersedia memulangkan mereka sebelum mereka (TKI) membayar ganti rugi,” tambah dia.
Dede menyarankan agar para TKI melaporkan langsung kasus mereka ke Maktab Amal (Kemnaker) Saudi di kota Dammam. KBRI akan mendampingi mereka sebagai penerjemah dan konsultan hukum sebagaimana dilakukan KBRI pada kasus – kasus TKI lainnya, seperti TKI di Bin Ladin Group dan Saudi Oger.
Dasan Suprija menyayangkan permasalahan TKI Mehan berlarut–larut tak kunjung ada titik terang. Bahkan dia mendapat informasi, ada tindakan tidak manusiawi yang dilakukan pihak perusahaan. Seperti menyekap TKI dalam ruangan dan lainnya, bila tidak menuruti perintah perusahaan.
“Kami dengar perusahaan tersebut sudah di black list, tetapi sepertinya masih leluasa melakukan perekrutan. Ini bukan lagi zamannya perbudakan, TKI itu manusia, bukan barang yang untuk diperjual belikan,” kata Dasan.
DPLN PDIP Saudi minta pemerintah pusat perlu turun tangan seperti melakukan penekanan atau menjatuhkan sanksi ke PPTKIS (Pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta) terkait, seperti PT. Fim Anugerah Prakasa, PT. Putra Timor Mandiri, dan lainnya.
“Tapi saya meragukan hal ini bisa cepat tuntas, karena dilihat pimpinan BNP2TKI-nya yang harusnya ikut bertanggung jawab, sedang sibuk dengan urusan Pilkada DKI Jakarta,” sambung pria yang juga Ketua Pengurus Cabang Posko Perjuangan TKI (Pospertki) Kota Makkah ini.
DPLN Saudi juga mempertanyakan keseriusan KBRI Riyadh dalam menangani kasus TKI Mehan. Sebab, kata Dasan, karena kasus TKI Mehan ini sudah lama dalam penanganan KBRI Riyadh.
“Kita tidak bisa samakan kasus Bin Laden dan Saudi Oger. TKI di perusahaan Mehan tersebut adalah perempuan semua. Mereka datang sebagai TKI formal cleaning service, tapi sesampainya disini dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga. Tentu semua mahfum akan hal tersebut kondisi perempuan di Saudi Arabia,” ucapnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS