SURABAYA – Komisi C DPRD Surabaya memberi kesempatan kepada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Pemerintah Provinsi Jawa Timur sampai pekan depan untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi sebidang tanah di jalan akses menuju Jembatan Suramadu.
Tanah seluas 100 m2 yang sekarang menjadi jalan utama akses menuju Jembatan Suramadu dari arah Surabaya tersebut sampai sekarang belum mendapat ganti rugi, meski jembatan terpanjang di Indonesia itu sudah resmi operasional sejak 10 Juni 2009.
“Kami berharap minggu depan sudah ada kejelasan, terutama dari pihak PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur soal pembayaran tanah milik Bu Ratna,” kata Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifuddin Zuhri, kemarin.
Lahan yang masuk wilayah Kelurahan Bulak ini sesuai sertifikat hak milik (SHM) no 11 atas nama seorang warga bernama Ratna. Total luasnya 355 m2, dan sebagiannya telah digunakan sebagai akses jalan menuju Jembatan Suramadu dengan luas 100 m2.
Pada Senin (29/2/2016) kemarin, Komisi C menggelar hearing kesekian kalinya terkait hal tersebut. “Kami di Komisi C akan terus mendorong semua pihak agar segera menyelesaikan kasus lahan milik Bu Ratna ini sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab sudah bertahun-tahun tanahnya dipakai sebagai akses menuju Jembatan Suramadu tanpa konpensasi apapun,” ujar legislator yang juga Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya itu.
Komisi C, lanjut dia, siap mendukung jika pemilik tanah akan menempuh jalur hukum. Syaifuddin juga berpendapat, Ratna juga punya hak menarik sewa lahan tanahnya yang sudah bertahun-tahun dimanfaatkan sebagai akses jalan tanpa pembayaran ganti rugi.
“Bahkan dia juga punya hak untuk memagari kembali lahannya, karena sesuai keterangan BBWS (Balai Pengembangan Wilayah Suramadu) dan BPN (Badan Pertanahan Nasional), sertifikat milik dia itu sah,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Syaifuddin juga mengatakan, pemilik lahan juga bisa menuntut harga sesuai kondisi sekarang. Karena jika masih mengacu kepada penilaian saat itu, harga per meternya hanya Rp 90.000.
Saat hearing Senin kemarin, tambah Kaji Ipuk, sapaan Syaifuddin Zuhri, belum ada titik terang penyelesaiannya. Sebab, sebut dia, di antara pihak-pihak terkait terkesan saling lempar bola soal tanggung jawab pembayaran ganti rugi.
Dia mengungkapkan, awalnya pemilik tanah mengajukan klaim pembayaran kepada BPWS. Namun, upaya itu ditolak BPWS karena tanah tersebut masuk dalam area penetapan lokasi (penlok) Dinas PU Bina Marga (DPUBM) Jatim. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS