“Tinjau Ulang Legalisasi Politik Uang!”

Loading

DidongSURABAYA – Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya, Didik Prasetyono menyesalkan adanya kesepakatan legalisasi politik uang dalam pelaksanaan pemilu kepala daerah. Dia mendesak kebijakan yang melegalkan politik uang dalam pemilu ditinjau ulang, dan mengubahnya dengan yang lebih baik.

“Kami minta ditinjau ulang, mumpung belum menjadi peraturan,” tandas Didik Prasetiyono, dalam penjelasannya kepada wartawan di Surabaya, Rabu (22/4/2014).

Diberitakan, hasil rapat konsultasi Komisi II DPR bersama Komisi Pemilihan Umum, Selasa (21/4/2015) menyepakati pemberian imbalan apa pun kepada pemilih oleh pasangan calon sah asalkan nilainya tidak melebihi Rp 50.000.

Menurut Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman, jenis imbalan yang diberikan diserahkan sepenuhnya kepada calon. “Pemberiannya dalam bentuk apa pun,” ujarnya.

Menurut Didik, melegalkan politik uang dalam pilkada mengakibatkan situasi yang tidak seimbang antarcalon kepala daerah. “Yang kaya akan semakin mudah menjamah pemilih. Sementara, yang tidak mempunyai cukup uang akan sulit menarik dukungan masyarakat,” katanya.

Mantan Komisioner KPU Jatim ini menyatakan, legalisasi politik uang pada pilkada melangar asas pemilu. “Asas pemilu, mempengaruhi pilihan orang dengan barang atau uang adalah tindak pidana,” kata Didik.

Dalam pemilu sebelumnya, tambah Didik, banyak pelaku politik uang yang diusut dan dihukum oleh aparat penegak hukum, namun kali ini justru dilegalkan. Dia yakin, jika diberlakukan panwaslu dan aparat kepolisian tidak bisa menjerat secara hukum, meski politik uang lebih besar dari ketentuan, yakni maksimal Rp 50.000.

“Panwaslu dan kepolisian tidak bisa apa-apa, meski (politik uang) lebih besar dari yang diatur dalam undang-undang. Satu kali Rp 50.000, besoknya Rp 50.000 dan seterusnya,” ujar politisi yang akrab disapa Didong ini.

Informasi yang dia terima, kalangan LSM Pemilu berencana menggugat PKPU (Peraturan KPU) yang membolehkan politik uang. “LSM akan menggugat hal in ke PTUN,” ungkapnya.

Hanya, lanjut Didik, apabila muncul gugatan, pihaknya khawatirkan Pilkada Surabaya akan tertunda. Padahal, persiapan pilkada cukup pendek. Ia mencontohkan pilkada Surabaya, meski sesuai tahapan pelaksanaan pilkada telah ditetapkan pada Desember mendatang.

Namun hingga kini anggaran pemilukada belum tuntas nomenklaturnya, akibat PKPU dasarnya belum ada. Ia menilai jika pelaksanaan pilkada mundur, banyak pihak yang dirugikan.

“Jika terus mundur yang dirugikan penyelenggara pemilu yaknni KPU dan Panwaslu, kemudian calon kepala daerah dan para pemilih. Tahapan sudah ditetapkan, tapi teknis pemilu belum selesai sampai sekarang,” urai Didong. (pri)