Jokowi Panggil 46 Calon Menteri

Loading

JAKARTA – Upaya presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menyeleksi calon menteri memasuki tahap akhir. Tim transisi memastikan bahwa Jokowi telah memanggil 46 calon menteri yang berasal dari kalangan profesional. Sebanyak 46 calon tersebut akan disaring dan diciutkan untuk mengisi 18 pos kementerian jatah profesional. Pertemuan Jokowi dengan para calon menteri itu ditujukan untuk memastikan kemampuan para kandidat pembantu presiden tersebut.

Ditemui di kantor GP Ansor Jumat (3/10), Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto menjelaskan, pemanggilan para calon menteri telah dilakukan beberapa waktu lalu. Awalnya Jokowi meminta tim transisi menghubungi para calon menteri itu. ”Lewat telepon atau surat. Via pesan singkat juga bisa. Tapi, kalau Pak Jokowi punya kontaknya, dipanggil sendiri,” jelasnya.

Soal di mana lokasi pertemuan tersebut, Andi enggan membeberkan. Dia mengatakan, kalau dirinya mengungkapkan lokasinya, nanti calon menterinya bisa ditebak-tebak. ”Ketahuan lah sama kalian siapa calon menterinya,” ujarnya kepada sejumlah wartawan.

Pertemuan tersebut dimaksudkan Jokowi untuk mengetahui bagaimana karakter para kandidat menteri. Yang paling utama untuk mengetahui bagaimana paradigma kebijakan mereka. ”Seperti biasa, tentu Jokowi harus mengetahui kemampuan para calon menteri itu. Maka, Pak Jokowi yang menemuinya sendiri,” terangnya.

Lalu, sejak kapan pemanggilan calon menteri tersebut dilakukan? Andi kembali bungkam. Dia mengaku tidak mengetahui kapan dimulainya tahap pemanggilan tersebut. ”Waktunya nggak tahu, yang jelas masih berlangsung,” ucapnya.

Bahkan, sebenarnya kemarin pukul 14.00 pertemuan dengan para calon menteri itu sedianya juga dilakukan. Namun, karena bertepatan dengan menjelang Hari Raya Idul Adha, diputuskan, salah satu tahapan fit and proper test tersebut baru dilanjutkan Senin depan (6/10). ”Lanjut pekan depan,” terang lelaki yang juga pengamat militer itu.

Soal komposisi menteri, dipastikan alokasinya masih sama, yaitu 18 menteri dari profesional dan 18 menteri dari profesional partai. Namun, ada yang berbeda dari jatah menteri untuk partai. Yakni, dipastikan tidak akan ada jatah menteri untuk partai di luar kubu Jokowi-JK. Meski sebelumnya disebut-sebut ada dua posisi menteri yang bisa diperebutkan PPP, Partai Demokrat, dan PAN. ”Dipastikan tidak akan ada untuk partai luar. Pak Jokowi pastikan bilang tidak untuk itu. Demokrat nggak dapat, semua nggak dapat lah,” ungkapnya.

Sementara itu, Deputi Tim Transisi Eko Putro Sandjojo menyatakan, pihaknya justru tidak mengetahui bahwa sudah ada pemanggilan untuk calon menteri dari profesional murni. Namun, kalau dari partai, khususnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jokowi telah meminta curriculum vitae calon menteri yang diajukan. ”Itu yang diminta Pak Jokowi secara lisan,” ucapnya.

PKB, lanjut Eko, sejak awal berkomitmen menjalin koalisi tanpa syarat. Artinya, soal menterinya siapa dan posisinya di mana, semua diserahkan ke Jokowi. ”Kami hanya mengikuti. Itu terserah presiden terpilih,” tegasnya.

Soal kepastian siapa calon menteri dari PKB, rencananya Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar bertemu Jokowi untuk membicarakan hal tersebut. ”Soal waktunya belum tahu, tapi itu yang diagendakan,” jelasnya.

Komposisi profesional dari partai politik di dalam kabinet Jokowi-JK sangat mungkin memang tidak berubah. Buntunya komunikasi politik dengan sejumlah partai politik di luar koalisi pendukung Jokowi-JK hingga saat terakhir menjadi penyebabnya.

Politikus PDIP Aria Bima menegaskan bahwa koalisi Jokowi-JK tidak akan terus-menerus berharap ada partai yang menyusul bergabung. Tidak hanya dari partai-partai yang tergabung di Koalisi Merah Putih (KMP), tapi juga terhadap Partai Demokrat yang hingga saat ini secara formal masih berada di luar kedua poros koalisi.

”Silakan kalau mereka mau melakukan check and balance untuk rakyat. Jokowi juga melakukan kinerja yang terbaik untuk rakyat. Kita head-to-head saja,” tegas Aria sebelum rapat koordinasi bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di kantor DPP PDIP kemarin.

Aria beranggapan, buntunya komunikasi dengan partai-partai di luar koalisi Jokowi-JK berkaitan dengan pembicaraan soal bagi-bagi kursi. Salah satu vokalis partai berlambang kepala banteng itu mengungkapkan, pihaknya tetap tidak akan melanggar prinsip soal bagi-bagi kursi. ”Mau menang, mau kalah, hal prinsip yang tetap akan kami pegang. Kalau sekadar tambal sulam, bagi-bagi jabatan, nggak,” tandasnya.

Aria juga yakin pemerintahan Jokowi-JK tidak akan terganggu meski koalisi di parlemen dikuasai kubu KMP. Menurut dia, pengalaman menjadi minoritas sebagai partai di luar pemerintahan selama sepuluh tahun terakhir merupakan modal yang cukup. ”Selama sepuluh tahun itu kami tidak grogi. Kami lawan sendirian (selama) sepuluh tahun itu,” cetusnya.

Sebagaimana diberitakan, upaya komunikasi PDIP dengan Demokrat –yang merupakan salah satu partai yang paling digadang-gadang bisa bergabung– hingga saat ini masih buntu. Hal itu berkaitan dengan gagalnya pertemuan antara kedua pucuk pimpinan partai, yakni Megawati dan SBY.

Di sela-sela intensitas politik yang meningkat menjelang pemilihan pimpinan DPR, pada 1 Oktober lalu, SBY sempat membuka diri untuk melakukan komunikasi dengan Mega. Saat itu sebuah pertemuan diagendakan untuk dilaksanakan di Jakarta Convention Center (JCC).

Namun, pertemuan tersebut batal. Karena bukan Mega langsung yang datang, SBY enggan menemui perwakilan yang diutus. Seiring dengan proses tersebut, peta politik di parlemen menjadi semakin terang. Demokrat yang akhirnya merapat ke KMP berhasil mengegolkan paket pimpinan DPR yang mereka usung. Yakni Setya Novanto (Golkar) sebagai ketua DPR dengan didampingi empat wakil ketua. Mereka adalah Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermanto (Demokrat), Taufik Kurniawan (PAN), dan Fahri Hamzah (PKS). (idr/dyn/c9/end) – Jawa Pos