Ini, Pidato Lengkap Megawati di Pembukaan Kongres IV

Loading

pdip jatim - mega tabuh gong buka kongres ivAssalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam damai sejahtera bagi kita semua

Ohm swastiastu

Sebelumnya marilah kita memekikkan dengan penuh semangat, salam kemerdekaan kita dan salam PDI Perjuangan.

Merdeka…!Merdeka..!Merdeka..!

 

Yang saya hormati, presiden dan wakil presiden Republik Indonesia

Para senior partai yang selalu mengikuti kita dalam perjuangan selama ini.

Para petugas partai yang duduk di kabinet kerja dan di lembaga legislatif

Teman-teman para ketua umum. Yang pertama adalah Bapak Surya Paloh dari partai Nasdem, ketua umum PKB Bapak Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Hanura Bapak Wiranto, Ketua Umum PKPI Bapak Sutiyoso, Ketua Umum PPP Bapak Romahurmuziy. Ini saya nyebutnya masih agak gamang, karena dalam undangan beliau adalah Ketua MPR, tetapi juga beliau ini Ketua Umum PAN, yaitu Bapak Zulkifli Hasan.

Para tamu undangan, rekan-rekan pers yang selalu mengikuti perjuangan PDI Perjuangan, hadirin yang berbahagia, saudara-suadara utusan kongres ke-4 kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang saya cintai dan selalu saya banggakan, kader-kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di seluruh pelosok negeri ini yang saya cintai. Para relawan juga yang hadir di sini, para perwakilan PDI Perjuangan di luar negeri, saudara-saudara se-bangsa tanah air.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga sejarah PDI Perjuangan kembali kita torehkan di Bali ini. Di tempat ini lah lima tahun yang lalu dalam ideologi partai kita canangkan, dari tempat ini pula tekad partai untuk memperjuangkan dan membumikan ide, gagasan, pemikiran, dan cita-cita bapak bangsa kita Bung Karno terus dikumandangkan.

Saudara-saudara,

Bali tidak hanya menjadi tiang penyangga kekuatan Partai. Di Pulau Dewata inilah aksara api kesejarahan Partai dituliskan. Aksara kesejarahan berwarna merah membara, yang justru terlihat semakin terang, ketika rintangan kegelapan menghadang. Di tempat ini pula suluh perjuangan kita nyalakan, menjadi api perjuangan yang tidak akan pernah padam. Kekuatan inilah yang menciptakan energi juang, sehingga akhirnya, PDI Perjuangan dipercaya rakyat menjadi pemenang pemilu legislatif dan sekaligus pemilu presiden tahun 2014. Kemenangan itu meyakinkan kita semua, bahwa jalan yang kita tempuh adalah benar.

Selanjutnya, perkenankanlah saya mengajak saudara untuk memaknai Indonesia, Indonesia Raya, yakni Indonesia yang saat itu berjaya dan begitu mewarnai dunia. Saya ingin menyoroti salah satu momen bersejarah yang ikut merubah tatanan dunia. Enam puluh (60) tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 18-24 April 1955, Bung Karno mencetuskan Konferensi Asia-Afrika. Konferensi menghasilkan kesepakatan Dasasila Bandung yang membangunkan kesadaran baru bagi bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk mendapatkan hak hidup sebagai bangsa merdeka.

Namun, negara-negara yang baru merdeka tersebut, pada waktu itu dihadapkan pada tantangan baru, berupa rivalitas dua blok besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Indonesia pun kembali menjadi pelopor Gerakan Non Blok.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Apa yang saya sampaikan di atas, tidak hanya bertujuan menggelorakan kembali kepemimpinan Indonesia di dunia internasional. Benang merah kemerdekaan untuk persaudaraan dunia tersebut, sangatlah relevan untuk direnungkan kembali. Lebih-lebih menjelang peringatan Konferensi Asia Afrika yang sebentar lagi kita rayakan. Inilah pelajaran yang dapat kita petik, bahwa bangsa ini pernah mengukir sejarah gemilang, dan berani menyuarakan suatu tatanan dunia baru, To Build The World A New pada tanggal 30 September 1960 di hadapan Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa. Semua peristiwa tersebut terjadi pada Abad 20. Di Abad 21 ini, kita memahami bagaimana pemikiran Bung Karno selain visioner, juga melampaui pemikiran Abad 20.

Saudara-saudara sekalian,

Kepeloporan Indonesia di atas, hanya terjadi karena semangat juang. Mereka berjuang dengan penuh keyakinan, tanpa terpengaruh oleh opini yang dipublikasikan. Inilah dasar-dasar kepemimpinan Indonesia. Kepemimpinan yang menyatu dengan rakyat, dan pada saat bersamaan, setia pada konstitusi. Kesetiaan pada konsitusi ini sifatnya mutlak. Pemimpin memang harus menjalankan kewajiban konstitusionalnya tanpa menghitung apa akibatnya. Karmane Vadhikaraste Ma Phaleshu Kada Chana: Kerjakanlah kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitung akibatnya. Kepemimpinan yang seperti ini, hanya akan muncul apabila ia sungguh memahami sejarah bangsanya; memahami siapa rakyatnya, dan memahami darimana asal-usulnya.

Untuk itulah, guna mengkontemplasikan kepemimpinan Indonesia, saya mengajak kita semua untuk melihat ke dalam, tentang hal-hal fundamental, tentang cita-cita besar, dan keparipurnaan gagasan Indonesia Merdeka. Dengan cara ini, kita akan menemukan bahwa kepercayaan diri menjadi modal utama. Kita tidak boleh merasa minder dengan negara adidaya sekalipun. Lihatlah peristiwa 10 November 1945. Lihat juga catatan sejarah ketika angkatan perang Indonesia menjadi terkuat di belahan bumi selatan Katulistiwa pada periode 1960-an.

Saudara-saudara, kader Partai yang saya banggakan,

Di tengah berbagai persoalan yang kita hadapi saat ini, menjadi tugas kita untuk terus membangunkan spirit dan kebanggaan sebagai bangsa. Di sinilah revolusi mental diperlukan. Keseluruhan cerita kepeloporan Indonesia di atas adalah bukti, bahwa di tangan pemimpin yang sudah mengalami revolusi mental, bangsa ini menjadi begitu disegani.

Revolusi mental melahirkan jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kualitas kehidupan. Kita bisa melihat Republik Rakyat Tiongkok dan Singapura yang dapat dijadikan contoh. Mereka membangun manusia yang berwawasan luas, berdisiplin, dan memiliki kepercayaan total dengan pemimpinnya. Pemimpinnya sendiri, mampu menjadi jembatan dan sekaligus penyambung lidah bagi rakyatnya. Kita tidak boleh ternina-bobokkan atas kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Buat apa semuanya itu, ketika justru bermalas-malas, dan membiarkan penggerogotan mental terus terjadi. Bahkan, kita juga membiarkan segala sesuatunya di republik ini tidak dapat dikelola secara berdiri dia atas kaki sendiri.

Bung Karno menegaskan, “Berdiri dia atas kaki sendiri bukan saja tujuan. Yang tidak kalah pentingnya, berdikari merupakan prinsip dan cara mencapai tujuan itu. Semuanya adalah prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak menyandarkan diri dengan bangsa lain. Kerjasama dengan asing misalnya, harus dijalankan atas kesamaan derajat dan prinsip saling menguntungkan”. Dengan demikian, percaya pada kekuatan rakyat kita sendiri adalah inti dan esensi atas jalan sebagai bangsa yang berdaulat dan dapat berdiri di atas kakinya sendiri. Di sinilah revolusi mental seharusnya dijalankan.

Saudara-saudara sekalian sebangsa dan setanah air,

Gagasan revolusi mental sebenarnya pertama kali disampaikan dalam Pidato Kenegaraan Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1957. Beliau saat itu mencanangkan berkibarnya Panji Revolusi Mental.

“Nation building membutuhkan bantuannya Revolusi Mental! Karena itu adakanlah Revolusi Mental! Bangkitlah! Ya, Bangkitlah, bangkit dan geraklah ke arah pemulihan jiwa. Bangkit dan bergeraklah kembali ke cita-cita nasional. Bangkit dan geraklah ke arah kesadaran cita-cita sosial. Bangkit dan geraklah menjadi manusia baru yang bekerja, berjuang, berbakti, berkorban guna membina bangsa dan masyarakat yang sesuai dengan cita-cita nasional dan sosial itu, yakni cita-cita Proklamasi. Buanglah segala kemalasan, buang segala ego sentrisme, buang segala ketamakan. Jadilah manusia Indonesia, manusia Pembina, manusia yang sampai ke tulang sumsumnya bersemboyan satu buat semua, semua buat pelaksanaan satu cita-cita.”

Bagi Bung Karno, Revolusi Mental adalah arah dalam sebuah “Gerakan Hidup Baru”. Gerakan Hidup Baru bukan hanya dalam hal fisik seperti hidup sederhana. Namun yang lebih penting adalah kesederhanaan sebagi pemimpin. Kesederhanaan seorang pemimpin adalah kesederhanaan seorang pejuang yang tetapi jiwanya berkobar menyala-nyala, penuh daya cipta, bergelora laksana samudra, dan suatu jiwa anti kebekuan yang laksana terbuat dari gledek dan guntur.

Gerakan Hidup Baru membutuhkan Revolusi Mental. Isi Revolusi Mental sangatlah dalam. Revolusi Mental adalah tentang cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup yang lebih baik. Yang merintangi kemajuan wajib disingkirkan. Revolusi Mental harus meliputi seluruh masyarakat, namun tidak akan berlangsung tanpa organisasi, tanpa pimpinan, tanpa gerakan. Revolusi Mental memerlukan seorang pemimpin yang harus melakukan revolusi mental untuk dirinya terlebih dahulu. Revolusi mental Pemimpin haruslah menggelorakan Gerakan Hidup Baru tersebut.

Saudara-saudara kader PDI Perjuangan yang saya cintai,

Dengan revolusi mental tersebut, maka kita bangun Indonesia dari “apa yang dilihat dan dirasakan rakyat”. Rakyat yang termanifestasikan dalam wajah petani, guru, nelayan, kaum miskin kota, buruh, atau pendeknya rakyat yang masih terjerat dalam “lingkaran setan kemiskinan”, yakni rakyat yang selalu disebut wong cilik. Merekalah dasar keberpihakan kita. Rakyatlah sumber dari segala sumber ideologi Partai. Di sinilah ideologi berperan sebagai daya hidup dan keyakinan Partai. Atas dasar keyakinan ideologi pula, PDI Perjuangan berani menempuh jalan terjal di luar pemerintahan selama satu dasawarsa terakhir. Bukan main-main sepuluh tahun itu saudara-saudara, kita telah merasakannya. Rakyat memberi tempat akhirnya atas pilihan politik PDI Perjuangan tersebut.

Kini dapat dipahami, bahwa posisi politik tersebut adalah tugas nasional yang tidak kalah penting, untuk sehatnya demokrasi kita. Demikian halnya, ketika atas kehendak rakyat, PDI Perjuangan akhirnya berada di dalam pemerintahan. Dengan pengalaman panjang ketika berada di luar pemerintahan, satu hal yang membuat kita bertahan adalah ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Ia bertindak sebagai leidstar atau bintang pengarah ketika Partai menghadapi berbagai kesulitan. Bahkan, Partai mampu mensenyawakan idelogi dan rakyat agar berurat-berakar dalam saripatinya rakyat. Atas dasar kesatuan ideologi dan rakyat, maka Partai melakukan suatu re-tooling, mengganti perkakas yang lama, dengan yang baru. Itulah nature yang tidak bisa dihindari.

Saudara-saudara se bangsa dan setanah air,

Berbagai dinamika pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pemilu secara langsung membawa konsekuensi pengerahan tim kampanye, relawan, dan berbagai kelompok kepentingan, dengan mobilisasi sumber daya. Kesemuanya wajar ketika diabdikan untuk pemimpin terbaik bagi bangsa. Namun praktek yang berlawanan kerap terjadi. Mobilisasi kekuatan tim kampanye sangatlah rentan ditumpangi kepentingan. Kepentingan yang menjadi “penumpang gelap” untuk menguasai sumber daya alam bangsa. Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan, mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. Inilah sisi gelap kekuasaan saudara-saudara. Waspadalah.

Guna mencegah hal tersebut, saya menyerukan agar Indonesia harus benar-benar tangguh di dalam melakukan negosiasi kontrak migas dan tambang, yang sebentar lagi banyak yang akan berakhir. Kini saatnya, dengan kepemimpinan nasional yang baru, Kontrak Merah Putih harus ditegakkan. Demikian pula, Badan Usaha Milik Negara harus diperkuat, dan menjadi pilihan utama kebijakan politik ekonomi berdiri di atas kaki sendiri.

Saudara-saudara,

Hal lain yang perlu saya sampaikan disini adalah sikap politik PDI Perjuangan sebagai partai pengusung pemerintahan Bapak Ir. Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kesadaran awal ketika saya memberikan mandat kepada Bapak Jokowi, adalah komitmen ideologis yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti. Suatu komitmen untuk menjalankan pemerintahan negara yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian dalam bidang budaya. Konsepsi ini adalah jawaban atas realitas Indonesia yang begitu bergantung dengan bangsa lain. Konsepsi Trisakti inilah yang menjadi kepentingan utama Partai.

Banyak yang bertanya, Kok ibu ingin menutup diri dari bangsa-bangsa lain. Oh No, tidak, mari kita berkerjasama dengan mereka di seluruh dunia untuk membesarkan Indonesia Raya.

Pekerjaan rumah yang lainnya adalah bagaimana mengatur mekanisme kerja antara Pemerintah dan Partai Politik pengusungnya. Hal ini sangat penting, mengingat hubungan keduanya adalah kehendak dan prinsip dalam demokrasi itu sendiri. Landasan konstitusionalnya pun sangat ..sangat..sangat…jelas. UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, mengamanatkan bahwa presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Itulah mekanisme konstitusional yang kita kenal. Hukum demokrasilah yang mengatur itu, bahwa presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik Partai.

Untuk itulah, mengapa kebijakan partai menyatu dengan kehendak rakyat, dan mengapa Partai harus mengorganisir rakyat sehingga suara-suara yang tersembunyi sekalipun dapat disuarakan oleh Partai. Prinsip demokrasi inilah yang saya je;askan dan jalankan. Penjelasan ini sangat relevan, mengingat ada sementara pihak, dengan mengatasnamakan independensi, selalu mengatakan bahwa Partai adalah beban demokrasi. Saya tidak menutup mata terhadap berbagai kelemahan Partai Politik. Di sinilah kritik dan otokritik kami jalankan. Namun, mengatakan bahwa Partai hanya sebagai ornament demokrasi; dan hanya sekedar alat tunggangan kekuasaan politik, sama saja mengerdilkan makna dan arti kolektivitas Partai yang berasal dari rakyat. Fenomena ini nampak jelas, ketika pada saat bersamaan muncullah gerakan deparpolisasi. Sentimen anti partai pun, makin lantang diteriakkan dalam kerumunan liberalisasi politik.

Saya yakin bahwa proses deparpolisasi ini tidak berdiri sendiri. Di sana, ada simbiosis kekuatan anti Partai dan kekuatan modal, yang berhadapan dengan gerakan berdikari. Mereka adalah kaum oportunis. Mereka tidak mau berkerja keras membangun Partai. Mereka tidak mau mengorganisir rakyat, kecuali menunggu, menunggu, dan selanjutnya menyalip di tikungan saudara-saudara. Karena itulah kembali saya tegaskan, bahwa jalan ideologi adalah pilihan yang benar. Jalan ideologi yang membentang terjal dihadapan kita, adalah jalan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Inilah prinsip konstitusionalisme yang selalu jadi rujukan kita saudara-saudara.

Atas dasar konstitusi pula, saya berulang kali menyampaikan kepada Bapak Presiden, pegang teguhlah konsitusi itu. Berpijaklah pada konsitusi karena itu adalah sebuah jalan lurus kenegaraan. Penuhilah janji kampanye-mu, sebab itulah ikatan suci dengan rakyat.

Dalam kaitannya dengan tugas konstitusi pula, PDI Perjuangan mengingatkan kembali terhadap tugas pemimpin nasional untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan itu termasuk mencegah berbagai kampanye gerakan terorisme yang tidak hanya bersifat radikal, namun sudah mengobarkan perang terhadap kemanusiaan.

Tanpa bermaksud meremehkan gerakan terorisme yang lain, saya melihat bahwa sekarang ini masalah ISIS sangat serius dan perlu segera disikapi. ISIS sudah bertindak atas-nama negara. Bahkan telah melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia sendiri. Pemerintah harus memastikan, agar rekrutmen seperti itu tidak boleh terulang kembali. PDI Perjuangan dengan tegas menolak berbagai bentuk radikalisme dan terorisme atas nama apapun. Sebab Indonesia adalah negara berdaulat dengan tradisi masyarakatnya yang sangat toleran. Indonesia tidak akan pernah membiarkan paham dan organisasi tersebut berkembang di Indonesia. Biarlah di bumi nusantara ini, hidup dan tumbuh berkembang, Indonesia sebagai sebuah tamansarinya keanekaragaman. Hal ini juga cerminan dari tekad kita, untuk mewujudkan Indonesia yang berkepribadian dalam bidang kebudayaan.

Kader PDI Perjuangan yang saya cintai dan banggakan,

Kongres IV Partai yang kita mulai hari ini, harus dirawat dan dijaga dengan seluruh kekuatan akal sehat dan hati nurani. Kongres merupakan forum tertinggi Partai dimana Pancasila, musyawarah mufakat, gotong royong dan kepentingan rakyat, bangsa, negara dan Partai menjadi simpul-simpul pokok yang menyatukan kita. Kongres Partai adalah sebuah peristiwa dan ajang ideologis, bukan peristiwa dimana pragmatisme dan transaksional berkembang subur. Kita harus melawan berbagai tindakan transaksional tersebut. Sebab Kongres pada dasarnya adalah peristiwa politik bagi tumbuh kembangnya peradaban politik yang luhur, dan menjadi persemaian bagi Indonesia yang adil dan makmur.

Budaya politik baru juga kita lahirkan melalui Kongres IV ini. Untuk pertama kalinya dalam tradisi kepartaian kita, seluruh proses konsolidasi Partai, dimulai dari bawah dari Rapat Ranting, bergerak ke atas, hingga pelaksanaan Kongres ini. Keseluruhan proses konsolidasi penuh dengan tradisi musyawarah, tanpa voting sama sekali. Inilah kematangan demokrasi yang membumikan Pancasila saudara-saudara.

Selanjutnya, menjadi tugas bersama kita untuk merawat dan memperkokoh pondasi PDI Perjuangan sebagai Partai Pelopor. PDI Perjuangan pun dituntut untuk meningkatkan kemampuan membangunkan kesadaran rakyat, mengorganisir rakyat dan memimpin perjuangan rakyat. Semua itu sungguh tantangan yang sangat berat. Menjadi pemenang dalam Pemilu 2014 tidak boleh membuat kita cepat berpuas diri. Kita harus bekerja lebih keras dan lebih baik lagi. Kita harus mengisi dan memenangkan kembali Pemilu 2019 yang akan datang. Apakah kalian siap?

Para Kader Partai dan hadirin sekalian,

Saya mengajak seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai untuk tetap teguh pada jalan ideologi Partai. PDI Perjuangan adalah satu kesatuan yang tidak boleh tercerai-berai, oleh segala pasang naik dan pasang surutnya perjuangan. Segala pukulan yang kita berikan atau segala pukulan yang kita terima, adalah iramanya perjuangan. Perkuatlah tradisi Gotong royong. Ia adalah kerja bersama; membanting tulang bersama; memeras keringat bersama; perjuangan bantu-binantu bersama; amal semua buat kepentingan semua. Itulah rahasia kekuatan kita. Satu untuk semua, semua untuk satu, one for all, all for one

Saudara-saudara anggota dan kader PDI Perjuangan yang saya cintai dan banggakan, satu hal lagi yang ingin saya sampaikan terkait dengan perenungan atas seluruh perjalanan politik saya, pelajaran politik terbesar yang saya ambil sejak masuk ke partai lalu menjadi anggota biasa, hingga mengibarkan bendera perjuangan dan akhirnya terpilih sebagai ketua umum Partai, adalah pentingnya bagi setiap insane politik partai untuk memiliki kesabaran revolusioner. Kesabaran revolusioner bertumpu pada keyakinan politik yang memegang teguh pada prinsip, dan menghikmati politik sebagai dedikasi hidup.Kesabaran revolusioner bukan berarti hanya berdiam diri namun mengandung daya juang dan terus bergerak, bergerak, dan bergerak maju. Itu lah sifat revolusioner.

Bagi saya politik juga harus bersendikan watak kejujuran, sebab politik bukanlah praktek menangatas dasar kekuasaan. Itu lah yang membuat saya terus bertahan walaupun begitu banyak pengalaman, banyak penghianatan, bahkan berulang-ulang kali saya ditusuk dari belakang. Semua penghianat itu terjadi hanya karena ambisi politik yang berwatakkan kekuasaan semata. Alhamdulillah saya diberi oleh Allah SWT tetap bertahan dan lolos dari berbagai cobaan. Kuncinya hanya satu, berpolitiklah dengan keyakinan, kejujuran, penuh idealisme, dan memegang teguh prinsip pengabdian.dengannya kalianpun akan memiliki kesabaran revolusioner itu saudara-saudara. Jadi saya katakan, jika belum memiliki kesabaran revoluisoner belajarlah dulu untuk sabar. Jikalau ada yang tidak sabar dan mau merusak apa yang sudah dibangun dengan penuh keringat dan airmata perjuangan, lebih baik berpikir ulang.

Saudara-saudara dan para kader Partai yang saya banggakan, mengakhiri pidato politik saya ini, ijinkanlah saya mengajak saudara-saudara semua untuk melihat dengan jernih Indonesia kita. “Aku Melihat Indonesia” sengaja saya pilih sebagai tema kongres IV kali ini. Indonesia dalam satu kesemestaan dengan seluruh jagad raya, Aku melihat Indonesia, haruslah berakar kuat dari gagasan sempurna tentang Indonesia merdeka. Indonesia yang memuat prinsip ketuhanan yang maha esa, perikemanusiaan, kebangsaan, musyawarah mufakat, dan prinsip kesejahteraan. Aku melihat Indonesia adalah cara pandang kita bersama untuk kembali pada cita-cita kemerdekaan bangsa.

 

Bung Karno punya puisi, dan namanya juga “Aku Melihat Indonesia”

Jikalau aku melihat gunung-gunung membiru

Aku melihat wajah Indonesia

Jikalau aku mendengar lautan membanting di pantai bergelora

Aku mendengar suara Indonesia

Jikalau aku melihat awan putih berarak diangkasa

Aku melihat keindahan Indonesia

Jikalau aku mendengarkan burung-burung di pepohonan

Aku mendengarkan suara Indonesia

Jikalau aku melihat matanya rakyat Indonesia di pinggir jalan

Apalagi sinar matanya anak-anak kecil Indonesia,

Aku sebenarnya melihat wajah Indonesia

 

Semoga Allah SWT selalu menemani dan menjaga gerak langkah perjuangan kita bersama. Akhirnya dengan penuh rasa syukur dan dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Kongres ke empat PDI Perjuangan dengan resmi saya nyatakan dibuka. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam damai sejahtera untuk kita semua, Ohm shanty shanty ohm.

Merdeka…Merdeka…Merdeka…!