BANYUWANGI – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi akan mengajak para pelajar mengikuti program “Ziarah Kebangsaan” ke makam para tokoh besar republik ini. Yakni, Presiden pertama RI Ir Soekarno, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari dan KH Wahid Hasyim, serta Presiden keempat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, Ziarah Kebangsaan ini sebagai upaya menanamkan rasa kebangsaan. Menurutnya, sudah lama anak-anak muda tak diajak menumbuhkan rasa kebangsaan dengan aktivitas selain upacara atau seminar saja.
“Program ini kita bikin beberapa angkatan. Angkatan pertama 50 pelajar berangkat dalam bulan ini,” kata Anas, kemarin.
Dia meyakini, Ziarah Kebangsaan menjadi salah satu cara efektif menanamkan rasa kebangsaan.
Sepanjang perjalanan, jelas Anas, peserta ziarah disiapkan bahan bacaan kebangsaan. “Kita tumbuhkan rasa gotong-royong melalui aktivitas bersama. Kita tanamkan ini sesuai pendekatan anak muda, bungkusnya traveling tapi isinya kebangsaan,” terang dia.
Anas menambahkan, rasa kebangsaan ini relevan ditanamkan dalam situasi apapun, tidak hanya saat ada ancaman paham terorisme seperti saat ini.
Para pelajar diharapkan bisa menyerap keteladanan dari para tokoh yang diziarahi makamnya. Sebab, pemikiran dan kiprah para tokoh besar itu telah memberi bukti besarnya rasa kebangsaan tanpa mempertentangkan antara menjadi agamis dan menjadi nasionalis.
Bung Karno, lanjut Anas, yang selama ini kerap disebut sebagai tokoh nasionalis sejatinya mendasarkan nasionalismenya pada aspek religius.
”Bung Karno itu presiden pertama yang mengutip ayat Quran saat berbicara di PBB, disaksikan seluruh dunia. Bung Karno juga meminta fatwa keagamaan dari Mbah Hasyim soal nasionalisme di era penjajahan,” ungkapnya.
Sedangkan KH Hasyim Asyari, urai Anas, adalah pemimpin Islam yang mengajarkan pentingnya komitmen kebangsaan. ”Mbah Hasyim menegaskan bahwa cinta tanah air sebagian dari iman,” ujar Anas.
Demikian pula KH Wahid Hasyim dan Gus Dur adalah ulama sekaligus tokoh bangsa yang rasa kebangsaan dan penghargaannya terhadap kebhinekaan tak perlu diragukan lagi.
Dari pemikiran dan kiprah para tokoh tersebut, kaum muda diharapkan bisa belajar bahwa komitmen kebangsaan yang utuh harus lahir secara ideologis dan berlandaskan keimanan.
”Kita jadi tahu bahwa tidak ada perbedaan antara menjadi orang beragama yang taat pada keyakinan masing-masing sekaligus menjadi Indonesia, menjadi religius dan berkomitmen pada kebangsaan. Jembatan inilah yang kita bangun di jiwa generasi muda lewat Ziarah Kebangsaan,” tuturnya.
”Sudah saatnya kaum muda menyatukan kain kebangsaan, seperti dulu pernah dilakukan bersama-sama oleh Bung Karno dan Mbah Hasyim. Semoga program ini menginspirasi,” harap Anas. (goek)